SUMBER
DAYA MANUSIA “TENAGA KEPENDIDIKAN”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelas
Mata kuliah : Management Madrasah
Dosen Pengampu : Ust. Nur Kholiq, Mpd
OLEH:
HERI SISWANTO
M.SHOLEHUDDIN
M. ALI WAFA
MUHAMMAD ACHRIS
MISBAHUS SURURI
PROGRAM
STUDI
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY
AL-HIKAM MALANG
MANAGEMENT
MADRASAH
MELALUI
SUMBER DAYA MANUSIA “TENAGA KEPENDIDIKAN”
A. Pengantar
Akhir-akhir ini terdapat beberapa
fenomena yang menarik untuk diperhatikan. Ada sekolah atau madrasah yang pada
mulanya mengalami kemunduran menjadi maju dengan pesat, sebaliknya ada sekolah
atau madrasah yang pada mulanya mengalami kemajuan menjadi hampir gulung tikar,
bahkan mengalami fenomena yang miris. Di samping itu, ada yang pada mulanya
maju dan tetap bertahan dalam kemajuannya tersebut, sebaliknya ada yang pada
mulanya termasuk kategori dalam pepatah Lâ yahya walâ yamûtu dan tetap
seperti itu sampai sekarang ini. Kasus-kasus tersebut lebih disebabkan karena
faktor manajemen daripada faktor lainnya, meskipun faktor manajemen bukanlah
faktor tunggal yang terlepas dari faktor-faktor lainnya.
Manajer adalah seseorang yang
bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka
guna mencapai sasaran organisasi. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh
seorang manajer yaitu mutu pendidikan atau dapat dikatakan lembaga pendidikan
atau dalam wujud konkritnya adalah madrasah. Karena seluruh manajemen komponen
pendidikan senantiasa berorientasi pada pencapaian mutu. Semua program dan kegiatan
pendidikan dan pembelajaran di lembaga pendidikan pada hakekatnya diarahkan
pada pencapaian mutu.
Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai
posisi sentral dalam mewujudkan kinerja pembangunan, yang menempatkan manusia
dalam fungsinya sebagai resource pembangunan. Kualitas manusia
diprogramkan sedemikian agar dapat sesuai dengan tuntutan pembangunan atau
tuntutan masyarakat. Eksistensi bangsa Indonesia ditengah percaturan era global
sekarang, akan dipengaruhi kemampuan sumber daya manusia Indonesia, terutama
yang bercirikan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pemantapan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu SDM yang
terpenting dalam sebuah lembaga pendidikan adalah tenaga kependidikan. Apabila
sumber daya tenaga kependidikan dapat diberdayakan secara lebih baik, maka mutu
pendidikan dapat ditingkatkan.
B. Konsep
Dasar Mutu Pendidikan Islam
Kalau berbicara mengenai mutu
pendidikan Islam, maka kita tidak lepas dari definisi mutu itu sendiri. Mutu
adalah sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu
pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam
mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar
seoptimal mungkin. Dalam konteks pendidikan, menurut Departemen Pendidikan
Nasional sebagaimana dikutip Mulyasa, pengertian mutu mencakup input,
proses dan output pendidikan. Berarti manajemen mutu dalam pendidikan
dapat saja disebutkan mengutamakan pelajar atau program perbaikan sekolah yang
mungkin dilakukan secara lebih kreatif dan konstruktif.
Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu
pendidikan yaitu: kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan educational production function atau input-input analisis
yang tidak consisten; penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara
sentralistik; peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan sangat minim.
Mutu, menurut Usman, memiliki 13
karakteristik, sebagai berikut:
- Kinerja (performa); berkaitan dengan aspek fungsional sekolah.
- Waktu ajar (time liness): selesai dengan waktu yang wajar.
- Handal (reliability); usia pelayanan prima bertahan lama.
- Daya tahan (durability): tahan banting
- Indah (asetetics)
- Hubungan manusiawi (personal interface): menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan profesionalisme.
- Mudah penggunaannya (easy of use) sarana dan prasarana dipakai.
- Bentuk khusus (feature) keunggulan tertentu.
- Standar tertentu (conformance to specification) memenuhi standar tertentu.
- Konsistensi (consistency) keajegan, konstan, atau stabil
- Seragam (uniformity): tanpa variasi, tidak tercampur.
- Mampu melayani (serviceability): mampu memberikan pelayanan prima.
- Ketepatan (acruracy) ketepatan dalam pelayanan.
Lembaga pendidikan yang berkualitas
menurut standar pemenuhan harapan pelanggan adalah lembaga pendidikan yang
mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas melalui proses dan layanan yang
berkualitas oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dalam sebuah lingkungan
serta Lembaga pendidikan yang berkualitas menurut standar pemenuhan harapan
pelanggan adalah lembaga pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang
berkualitas melalui proses dan layanan yang berkualitas oleh sumberdaya manusia
yang berkualitas dalam sebuah lingkungan yang berkualitas pula, sebagaimana
yang diharapkan oleh pelanggan (stakeholders). Kemudian jika mengacu
pada pengukuran spesifikasi perencanaan, sebuah lembaga pendidikan disebut
bermutu jika lembaga tersebut dapat mewujudkan cita dan program mutu yang telah
ditetapkan oleh lembaga yang bersangkutan.
Lembaga pendidikan adalah lembaga
yang “menjual” jasa, berupa layanan pendidikan kepada masyarakat. Dalam konteks
ini, ada beberapa indikator yang dapat diajukan untuk menilai mutu sebuah
lembaga pendidikan, yaitu; Pertama, Care (kepedulian), Kedua,
Courtesy (kehormatan), Ketiga, Concern (perhatian), Keempat,
Friendliness (sikap persahabatan), Kelima, Helpfullness (sikap suka
menolong). Beberapa indikator di atas menunjukkan pentingnya makna layanan
dalam konsep mutu lembaga pendidikan.
Dalam konteks lembaga pendidikan
Islam, Abudin Nata mengajukan beberapa indikator yang dapat dijadikan
sebagai parameter dalam menilai mutu lembaga pendidikan Islam, yaitu;
1) Secara akademik lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi,
2) Secara moral, lulusannya dapat menunjukkan tanggung jawab
dan kepeduliannya kepada masyarakat,
3) Secara individual, lulusannya semakin “bertaqwa”,
4) Secara kultural, ia mampu menginterpretasikan ajaran
agamanya sesuai dengan lingkungan sosialnya.
Sementara itu, Mastuhu
mengajukan beberapa parameter bagi sebuah lembaga pendidikan bermutu, yaitu;
1) Terbangunnya paradigma akademik, dan juga wawasan
akademik dalam lembaga pendidikan,
2) Akuntabilitas,
3) Evaluasi diri,
4) Akreditasi,
5) Kompetensi,
6) SDM yang professional,
7) Perpustakaan dan laboratorium yang memadai, dan
8) Lingkungan akademik.
Merujuk pada konsep dan kriteria
mutu di atas, bahwa mutu adalah suatu kondisi, derajat, atau tingkat pencapaian
suatu proses yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan, maka untuk
mencapai mutu lembaga pendidikan harus ada standar yang menjadi acuan dalam
upaya pembangunan mutu. Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia, pemerintah
melalui PP No. 19 tahun 2005 telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan yang
melingkupi;
1) Standar isi,
2) Standar proses,
3) Standar kompetensi lulusan,
4) Standar pendidik dan tenaga
kependidikan,
5) Standar sarana prasarana,
6) Standar pengelolaan,
7) Standar pembiayaan dan
8) Standar penilaian pendidikan.
Standar nasional pendidikan inilah yang saat
ini dapat dijadikan acuan oleh dunia pendidikan di Indonesia dalam membangun
dan menilai mutu pendidikanitas pula, sebagaimana yang diharapkan oleh
pelanggan (stakeholders). Kemudian jika mengacu pada pengukuran
spesifikasi perencanaan, sebuah lembaga pendidikan disebut bermutu jika lembaga
tersebut dapat mewujudkan cita dan program mutu yang telah ditetapkan oleh
lembaga yang bersangkutan.
C. Manajemen
Sumber Daya Tenaga Kependidikan
Menurut Mukhyi, sumber daya manusia
adalah tenaga kerja pada suatu organisasi. Sumber daya manusia adalah tenaga
kerja yang menduduki suatu posisi atau orang-orang yang mempunyai tanggungjawab
untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan pada suatu organisasi atau instansi
tertentu. Oleh karena itu, hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi
adalah bagaimana memperoleh tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan dan posisi
yang akan diduduki, bagaimana mengembangkannya dan memelihara tenaga kerja,
menggunakan serta mengavaluasi hasil kerjanya.
Manajemen sumber daya manusia timbul
sebagai masalah baru pada tahun 1960-an, sebelum itu kurang lebih pada tahun
1940-an yang mendominasi adalah manajemen personalia. Antara keduanya jelas
terdapat perbedaan di dalam ruang lingkup dan tingkatannya. Manajemen sumber
daya manusia mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan pembinaan, penggunaan
dan perlindungan sumber daya manusia; sedangkan manajemen personalia lebih
banyak berkaitan dengan sumber daya manusia yang berada dalam
perusahaan-perusahaan. Tugas manajemen personalia adalah mempelajari dan
mengembangkan cara-cara agar manusia dapat secara efektif di integrasikan ke
dalam berbagai organisasi guna mencapai tujuannya.
Manajemen sumber daya manusia
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Karena sumber daya
manusia dianggap semakin penting peranannya dalam pencapaian tujuan, maka
berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang sumber daya manusia (SDM)
dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut dengan Manajemen sumber
daya manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan
pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber
daya manusia. Menurut Edwin Flippo yang di alih bahasakan oleh Moh. Masud bahwa
“Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi,
integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya
manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat”.
Adapun tujuan utama dari manajemen
sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan konstribusi sumber daya manusia
(karyawan) terhadap organisasi dalam rangka mencapai produktivitas organisasi
yang bersangkutan. Salah satu sumber daya manusia dalam konteks pendidikan
adalah tenaga pendidikan. Sebagaimana dikemukakan di atas tadi, bahwa manajemen
sumber daya ini sebenarnya merupakan nama lain dari manajemen personalia.
Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam
bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik
(Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Teknisi sumber belajar.dll
Secara garis besar manajemen tenaga
kependidikan atau manajemen personalia pendidikan Islam biasanya dikelompokkan
menjadi dua kelompok; yaitu:
a. Pegawai
educatif, yaitu pegawai yang bertangung jawab dalam
kegiatan belajar-mengajar, baik langsung di dalam kelas menangani bidang studi tertentu, maupun yang tidak langsung sebagai petugas Bimbingan dan Penyuluhan.
kegiatan belajar-mengajar, baik langsung di dalam kelas menangani bidang studi tertentu, maupun yang tidak langsung sebagai petugas Bimbingan dan Penyuluhan.
b. Pegawai
non-educatif, yaitu pegawai yang membantu kelancaran kegiatan belajar-mengajar,
sebagai petugas tata usaha dan penjaga/pesuruh.
Dalam tiap-tiap kelompok diperlukan
pembagian tugas dan tanggung jawab serta hubungan kerja tersendiri, sesuai
dengan tujuannya, dengan luas ruang lingkup pekerjaannya, dan dengan keadaan
personilnya
D.
Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Manajemen Sumber Daya Tenaga Kependidikan
Secara institusional, kemajuan suatu
lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh pimpinan lembaga tersebut daripada
oleh pihak lain, tetapi dalam proses pembelajaran, guru berperan paling
menentukan melebihi metode apalagi materi. Urgensi guru dalam proses
pembelajaran ini terlukis dalam ungkapan Arab, yang pernah disampaikan A. Malik
Fadjar, al-Tharîqah Ahammu min al-Mâddah walakinna al-Muddaris Ahammu min
al-Tharîqah (Metode lebih penting daripada materi, namun guru jauh lebih
penting daripada metode).
Peranan yang sangat penting dari
guru itu bisa menjadi potensi besar dalam memajukan atau meningkatkan mutu
pendidikan Islam maupun sebaliknya, bisa menghancurkannya. Ketika guru itu
benar-benar profesional dan diame-manage dengan baik, mereka makin
bersemangat dalam menjalankan tugasnya mendidik bahkan rela melakukan
inovasi-inovasi pembelajaran untuk mewujudkan keberhasilan peserta didik.
Namun, jika mereka terlantar akibat tindakan pimpinan, mareka justru bisa
menjadi penghambat paling serius terhadap proses dan mutu pendidikan Islam.
Kemana arah sikap guru ini sangat tergantung pada kualitas manajemen
personalia. Hal ini terkait erat dengan pelayanan.
Manajemen personalia ini memiliki
tujuan tertentu yang berorientasi pada optimalisasi sistem kerja dalam lembaga
pendidikan. E. Mulyasa mengatakan bahwa manajemen personalia atau tenaga
kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif
dan efisien guna mencapai hasil yang optimal, namun dengan tetap dalam kondisi
yang menyenangkan.
Tujuan ini menunjukkan adanya
keseimbangan antara kerja dengan situasi kerja. Pendayagunaan ini tidak
bersifat pemaksaaan fisik, tetapi lebih merupakan strategi kerja yang tetap
mempertimbangkan unsur-unsur manusiawi. Apalagi tenaga kependidikan tersebut
berupa manusia yang tidak bisa disamakan dengan mesin, sehingga membutuhkan
sentuhan-sentuhan rohani yang menyenangkan. Sebaliknya, situasi yang
menyenangkan tersebut bisa meringankan beban-beban kerja yang selama ini
dapat mengganggu kerja pegawai.
Pertimbangan ini mengandung
implikasi pada dua hal: Pertama, menempatkan para pegawai tetap
mengontrol cara kerjanya masing-masing sebagai bentuk kesadaran kerja atau
moral kerja yang tidak pamrih untuk diperhatikan oleh pimpinanya, sesuai dengan
pepatah Jawa, sepi ing pamrih rame ing gawe (bekerja keras tanpa pamrih);
Kedua, memaknaikerja sebagai wasilah atau perantara untuk
mendapatkan nafkah sebagai bekal kehidupan. Melalui pemaknaan seperti ini,
subjek kerja adalah pegawai itu sendiri, yang diharapkan mampu membendung dan
mengambilalih peran dalam beraktifitas, sehingga tidak terjadi
kekhawatiran bahwa justru pekerjaan yang menguasai pegawai atau pegawai
“diperbudak” oleh pekerjaan, yang kemudian mendegradasikan martabat mereka.
Islam sendiri senantiasa menempatkan manusia pada posisi yang terhormat dalam
serangkaian mekanisme kerja.
Tugas dari manajemen tenaga
kependidikan (guru dan personil), yang merupakan manajemen personalia
pendidikan Islam, mencakup tujuh komponen yaitu: 1. perencanaan pegawai;
2.pengadaan pegawai; 3.pembinaan dan pengembangan pegawai; 4.promosi dan
mutasi; 5. pemberhentian pegawai; 6. kompensasi; dan 7. penilaian pegawai.
Tujuh komponen ini dilaksanakan secara tertib urut dan berkesinambungan
sehingga terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui. Tahapan awal menjadi
prasyarat bagi tahapan kedua, sedang tahapan kedua menjadi prasyarat bagi
tahapan ketiga, dan begitu selanjutnya.
1. Perencanaan Pegawai
Manajer lembaga pendidikan Islam
harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi kebutuhan lembaga ke depan dan
mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan pegawai. Perencanaan pegawai
ini dikenal dengan istilah job analysis. Dalam melakukan job analysis harus
mempertimbangkan jumlah pegawai, keahlian yang dibutuhkan, tingkat pendidikan
yang dibutuhkan, jenis keterampilan yang menjadi kebutuhan, dan lain
sebagainya.Terdapat dua hal pokok dalam job analysis, yaitu job description dan
job specification. Deskripsi jabatan adalah penjelasan tentang suatu jabatan,
tugas-tugasnya, tanggung jawabnya, wewenangnya dan sebagainya. Sedangkan
deskripsi jabatan adalah suatu informasi tentang syarat-syarat yang diperlukan.
Agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran serta over lapp dalam pekerjaan, maka
dalam membuat deskripsi jabatan tidak boleh dilepaskan dengan deskripsi jabatan
keseluruhan jabatan.
Ansalisa jabatan sebenarnya dapat
dipakai juga sebagai landasan atau pedoman untuk penerimaan dan penempatan
karyawan serta penentuan jumlah kebutuhan karyawan. Selain sebagai landasan
hal-hal tersebut diatas, maka analisa jabatan dapat juga dipakai sebagai
landasan kegiatan-kegiatan lain dalam bidang personalia, yang diantaranya:
a. Sebagai landasan
untuk melaksanakan mutasi
b. Sebagai landasan
untuk melaksanakan promosi
c. Sebagai landasan
untuk melaksanakan latihan/training
d. Sebagai landasan
untuk melaksanakan kompensasi
e. Sebagai landasan
untuk melaksanakan syarat-syarat lingkungan kerja
f. Sebagai
landasan untuk melaksanakan pemenuhan kebutuhan peralatan
2. Pengadaan Pegawai (recruitmen)
Pengadaan atau rekruitmen pegawai
memiliki tujuan tertentu. Gorton sebagaimana dikutip Ibrahim Bafadal
mengatakan, “Tujuan rekruitmen pegawai adalah menyediakan calon pegawai yang
betul-betul baik (surplus of candidates)dan paling memenuhi kualifikasi
(mase qualified and outstanding individuals) untuk sebuah posisi.Seorang
manajer dalam merekrut pegawai harus mempertimbangkan betul ”The right man
on the right place”. Karena kesalahan dalam penempatan pegawai/karyawan
akan berdampak pada etos kerja dan loyalitas terhadap lembaga/instansi. Pegawai
yang baik memiliki berbagai kelebihan dari segi atau dimensi yang berbeda-beda,
antara lain memiliki keimanan yang kuat, jujur, amanah, disiplin, cerdas,
terampil, cekatan, mudah tanggap terhadap persoalan, tanggungjawab, mempunyai rasa
memiliki dan mengembangkannya, tidak banyak bicara tetapi banyak kerja,
berpengalaman, mampu menghargai orang lain, dan mudah bergaul. Sedangkan orang
yang paling memenuhi kualifikasi –yang berarti memiliki peluang yang
paling besar untuk bisa diterima sebagai pegawai– adalah orang yang memiliki
potensi yang paling bisa melampaui standar minimal yang dipersyaratkan baik
berupa kesehatan, tingkat pendidikan, keahlian, kepribadian dan sebagainya.
Dalam memilih pegawai juga perlu
mempertimbangkan usia yang dikaitkan dengan jenis pekerjaan, apakah menangani
pekerjaan fisik atau psikis. Apabila masih muda dan berpengalaman sebaiknya
diprioritaskan. Hamid Hasan Bilgrami dan Syekh Ali Ashraf dalam sebuah
bukunya, The Concept of Islamic University menegaskan bahwa memilih
orang yang sangat tua atau pagawai yang terbiasa dengan pola tingkah laku yang
kaku, dianggap tidak baik. Sebaliknya, orang muda yang berpengalaman dalam
bidang pendidikan sangat menguasai semua persoalan yang berkaitan dengan
islamisasi pendidikan merupakan pilihan yang cocok.
Mengenai sumber tenaga kerja
(pegawai/karyawan), cakupannya sangat luas, dan bisa direkrut melalui:
a. Sumber intern, menempatkan karyawan diantara
karyawan yang sudah ada.
b. Menggunakan jasa karyawan/pegawai lama, menggunakan
jasa dari karyawan lama untuk menarik teman, tetangga, saudara dari mereka
untuk bekerja pada perusahaan tersebut.
c. Melalui lembaga-lembaga pendidikan
d. Mengambil dari perusahaan/instansi lain
e. Mencari langsung ke tempat sumber tenaga kerja
f. Melalui advertansi
g. Memanfaatkan kantor penempatan tenaga
Dalam pantauan penulis, proses
perekrutan personalia lembaga pendidikan Islam, masih pada point a s/d c.
Sedangkan point d s/d g kebanyakan dijalankan dalam perusahaan, dengan tidak
menafikan sema sumber tenaga kerja tersebut.
3. Pembinaan dan Pengembangan
Pegawai
Pegawai yang telah dimiliki oleh
lembaga pendidikan Islam baik berstatus pegawai negeri maupun swasta, keduanya
harus dilakukan pembinaan dan pengembangan. Pembinaan lebih berorientasi pada
pencapaian standar minimal yaitu untuk melakukan tugas sebaik mungkin dan tidak
melakukan pelanggaran. Sedangkan pengembangan lebih berorientasi pada
pengembangan karier para pegawai, termasuk manajer berupaya memfasilitasi
mereka untuk mencapai jabatan atau status yang lebih tinggi lagi.
Dalam kaitan ini, seseorang manajer
senantiasa berupaya memiliki pegawai yang profesional. Suatu tipologi pegawai
yang potensial baik dari segi pendidikan, pengalaman, keterampilan dan
kesadaran. Gabungan berbagai potensi ini membentuk kepribadian pegawai yang
profesional. Sebagaimana dikutip Bafadal, Shapero menyatakan, “Untuk memiliki
pegawai yang profesional dapat ditempuh dengan menjawab dua pertanyaan pokok,
how to have and how to empower tenaga pegawai profesional.” Pertanyaan pertama,
how to have tenaga pegawai peofesional bisa dipenuhi dengan cara merekrut
pegawai-pegawai pilihan yang telah benar-benar profesional sehingga meringankan
kerja pimpinan. Sedangkan how to empower dapat dijawab dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan kepegawaian dengan cara intensif dan keteladanan dalam
kehidupan organisasi.
Dalam suasana kerja sehari-hari,
para pegawai itu perlu diberikan kebebasan tetapi terkendali. Jamal Madhi
melaporkan kesimpulan para ahli manajemen bahwa mereka yang memiliki kebebasan
menentukan langkah kerjanya ternyata memiliki produktivitas yang tinggi
dibanding mereka yang tidak merasakan kebebasan itu.
Manajer harus berupaya bersikap
tegas kepada para pegawainya sehingga suasana kerja menjadi jelas dan penuh
kepastian, termasuk tata cara mengeluarkan perintah. Madhi menyatakan ada dua
cara: Pertama, memberikan perintah dengan keyakinan tanpa keraguan yang
berdampak pada kecepatan merespon dan melaksanakan tugas; dan kedua,
menggunakan ungkapan positif (itsbat) lebih efektif daripada ungkapan negatif
(nafy). Tata cara perintah yang pertama memantapkan langkah para pegawai untuk
melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas, sedangkan tata cara perintah kedua itu
memastikan pekerjaan/tugas yang harus dikerjakan pegawai lantaran menggunakan
itsbat. Sebaliknya penggunaan ungkapan negatif (nafy) seringkali mengaburkan
pemahaman para pegawai. Selain itu frekuensi perintah juag harus diperhatikan
Perintah yang berlebihan bisa mengakibatkan kejenuhan. Made Pidarta
membandingkan bahwa atasan yang biasa menyuruh bawahannya dengan kata meminta
dapat membuahkan antar hubungan personalia yang lebih akrab dan wajar daripada
atasan yang gemar memerintah bawahannya.
Manajer juga harus berupaya menjaga
diri dan menghindarkan diri dari ketersinggungan para pegawainya, harus menjaga
perasaan mereka, sehingga suasana kerja menjadi harmonis dan penuh
kedamaian. Strategi yang perlu diperhatikan bagi manajer adalah bagaimana cara
mengemas suatu perintah kepada para pegawai sementara mereka menyadarinya,
sehingga seorang manajer harus memperhatikan budaya yang berkembang dalam
kehidupan masing-masing lembaga pendidikan Islam yang dalam hal-hal tertentu
tidak bisa digeneralisir.
Madhi mengajukan tiga cara untuk
menciptakan suasana kondusif dalam bekerja, yaitu:
- Membangkitkan keinginan memimpin pada diri semua anggota.
- Memperhatikan fasilitas kerja yang sesuai dan melengkapinya dengan sarana-sarana yang menimbulkan rasa nyaman.
- Memberikan perhatian penuh agar para individu atau kelompok bekerja dalam kondisi sehat dan aman.
Suasana kondusif ini memungkinkan
para tenaga kependidikan dapat melakukan pekerjaan secara maksimal. Kemudian
ada beberapa upaya menurut Mulyasa yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
kinerja mereka, antara lain melalui pembinaan disiplin tenaga kependidikan,
pemberian motivasi, penghargaan (reward) dan sangsi. Sementara itu, di dalam
Panduan Manajemen Sekolah, disebutkan bahwa ada tiga aspek penting yang
perlu dilakukan kepala sekolah dalam mengembangkan pegawainya, yaitu
peningkatan profesionalisme, pembinaan karier, dan kesejahteraan.
4. Promosi dan Mutasi
Promosi (kenaikan pangkat) merupakan
perubahan kedudukan yang bersifat vertikal, sehingga berimplikasi pada
wewenang, tanggungjawab, dan penggajian. Sedangkan mutasi adalah pemindahan
pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lainnya. pemindahan ini lebih bersifat
horizontal sehingga tidak berimplikasi pada penggajian.
Untuk mendapatkan promosi, seseorang
pegawai harus memenuhi persyaratan karier dan senioritas. Persyaratan karier
berhubungan dengan prestasi pegawai di bidangnya yang menunjukkan suatu
kelebihan dibanding pegawai lainnya. Sedangkan senioritas di sini selain
mencakup lamanya bekerja/masa kerja juga kemampuan/kompetensi dalam bidang yang
menjadi tugasnya (kualifikasi). Namun demikian, pada realitasnya, promosi
memiliki efek samping yang kadangkala tidak bisa dihindari, diantaranya adalah
timbulnya kesalahan dalam promosi, adanya ras iri hati antar pegawai, adanya
kesan promosi yang dipaksakan.
Sedagkan mutasi memiliki konotasi
yang wajar tetapi terkadang juga negatif. Ketika terjadi mutasi dari suatu
jabatan ke jabatan yang lain sebagai penyegaran organisasi, maka makna
konotasinya wajar-wajar saja. Tetapi jika pemindahan jabatan itu karena kasus
tertentu, maka konotasinya menjadi “pembuangan”. Konotasi ini menjadi
meyakinkan jika di dalam jabatan yang baru ditempati itu lebih “kering”
daripada jabatan semula.
Dalam jajaran lembaga pendidikan
Islam, promosi dan mutasi itu merupakan hal yang biasa terjadi baik di lembaga
pendidikan Islam negeri maupun swasta. Hanya pada lembaga pendidikan Islam
swasta, prosedurnya lebih sederhana dan lebih pendek. Sebagai kepala sekolah,
kepala madrasah, ketua sekolah tinggi, maupun rektor seharusnya pro-aktif dalam
memfasilitasi baik promosi maupun mutasi. Mereka tidak selayaknya menghambat
kesempatan promosi seseorang pegawai. Sebab salah satu indikasi
keberhasilan pimpinan/manajer adalah manakala karier bawahannya menjadi
berkembang secara maksimal sehingga terjadi pengkaderan secara
berkesinambungan.
5. Pemutusan Hubungan
Kerja/Pemberhentian Pegawai
Pemutusan hubungan kerja atau
pemberhentian dapat terjadi setelah pegawai diterima dalam instansi tersebut
kemudian keluar atau dikeluarkan. Pemutusan hubungan kerja pada prinsipnya
dapat terjadi karena salah satu atau kedua belah pihak merasa rugi bilamana
hubungan kerja tersebut dilanjutkan. Pemutusan hubungan kerja membawa akibat
beban kewajiban pada instansi yang bersangkutan, meskipun demikian tidak semua
pemutusan hubungan kerja memberikan beban kewajiban kepada perusahaan.
Bagi pegawai negeri sipil,
pemberhentian bisa karena permintaan sendiri, mencapai batas usia pensiun,
adanya penyederhanaan organisasi, melakukan pelanggaran/tindak pidana
penyelewengan, tidak cakap jasmani/rohani, meninggalkan tugas, meninggal dunia,
maupun karena sebab-sebab lain.
Adapun bagi pegawai swasta, alasan
pemberhentian itu bisa lebih bervariasi lagi. Bahkan, tidak jarang karena
sesungguhnya hanya sekedar alasan politis, seseorang pegawai bisa diberhentikan
seperti beda organisasi sosial keagamaan, partai, aliran dan ideologi dari
pimpinannya. Adakalanya alasan pribadi seperti terjadi hubungan yang tidak
harmonis antara pegawai dengan pimpinannya. Ada juga karena alasan sosial
ekonomi misalnya karena suatu lembaga pendidikan mengalami kebangkrutan.
6. Kompensasi
Kompensasi adalah balas jasa yang
diberikan oleh instansi kepada para pegawainya yang dapat dinilai dengan uang
dan mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Kompensasi merupakan
masalah yang penting karena dengan adanya kompensasi merupakan dorongan
utama bagi seseorang untuk mau menjadi pegawai dari instansi tertentu.
Kompensasi juga berpengaruh terhadap semangat dan kegairahan kerja pegawai.
Agar kompensasi yang diberikan mempunyai dampak yang positif maka minimal
jumlah yang diberikan haruslah dapat memenuhi kebutuhan secara minimal, serta
sesuai dengan peraturan yang sedang berlaku. Untuk dapat meningkatkan semangat
dan kegairahan kerja maka dalam penetapan nominal kompensasi harus bersifat
dinamis, artinya sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi.
Biasanya kompensasi yang diberikan
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yaitu:
a. Berat ringannya
pekerjaan
b. Sulit mudahnya
pekerjaan
c. Besar kecilnya resiko
pekerjaan
d. Perlu tidaknya
keterampilan dalam pekerjaan
Adapun cara pemberian gaji kepada
pegawai itu, Islam telah menggariskan sesuai dengan sabda Nabi: (أَعْطُوْا الأَ جِيْرَ أَجْرَهُ، قَبْلَ
أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ) Berikan upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya. Pesan hadits ini bila benar-benar diamalkan, niscaya mampu
membangkitkan semangat kerja para pegawai. Hanya amat disayangkan, masih banyak
pemimpin lembaga pendidikan Islam yang hafal hadits tersebut tetapi tidak
mengamalkannya, padahal keuangan yang dimiliki lembaga yang mereka pimpin cukup
besar. Ini artinya belum ada korelasi yang signifikan antara pemahaman manajer
lembaga pendidikan Islam dengan pengamalannya. Secara kognitif, pemahaman
manajemen pendidikan sangat mudah dikuasai tetapi secara afektif terasa sulit
dilaksanakan.
7. Penilaian
Penilaian terhadap pegawai ini
penting sekali bagi lembaga pendidikan Islam maupun bagi pegawai itu sendiri,
bilamana penilaian itu dilakukan secara transparan, objektif dan akurat. Sebab
penilaian itu didasarkan prestasi individu secara riil tanpa ditambahi dan
dikurangi. Penilaian itu bisa saja mengenai kecakapan, kemampuan, keterampilan,
kedisiplinan, dan sebagainya. Bagi pegawai negeri, penilaian itu sangat teratur
melalui DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan), yang meliputi kesetiaan,
prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejururan, kerjasama, prakarsa, dan
kepemimpinan. Hanya saja antara dataran teoritis tidaklah seindah dalam dataran
aplikatif. DP3 di lingkungan pegawai negeri, seringkali hanya dijadikan
formalitas saja untuk sekedar memenuhi tuntutan kenaikan pangkat. Batasan
mengenai tingkat etos kerja belum sepenuhnya bisa tercover dalam DP3, selama
pegawai belum melakukan tindakan yang pelanggaran dalam kategori fatal. Hal ini
sangat berbeda dengan dunia perusahaan atau bisnis, yang mana standar etos
kerja adalah memenuhi target yang telah ditentukan diawal. Inilah yang
membedakan dunia pendidikan dengan dunia bisnis/perusahaan.
Kesimpulan :
Manajer adalah seseorang yang
bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka
guna mencapai sasaran organisasi serta Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai
posisi sentral dalam mewujudkan kinerja pembangunan, yang menempatkan manusia
dalam fungsinya sebagai resource pembangunan. Kualitas manusia
diprogramkan sedemikian agar dapat sesuai dengan tuntutan pembangunan atau
tuntutan masyarakat. Konsep dasar mutu pendidikan islam berperan sangat penting
, Mutu pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan lembaga pendidikan
dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan
belajar seoptimal mungkin.
Ada tiga faktor penyebab rendahnya
mutu pendidikan yaitu: kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional
menggunakan pendekatan educational production function atau input-input
analisis yang tidak consisten; penyelenggaraan pendidikan dilakukan
secara sentralistik; peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan sangat minim.
Dengan melaksanakan
prosedur-prosedur di atas, maka niscaya mutu pendidikan sebagai tujuan dari
diadakannya fungsi manajemen dapat dicapai. Pada intinya peningkatan mutu
pendidikan melalui manajemen sumber daya tenaga kependidikan adalah the
right man in the right place and the time.
(menempatkan orang sesuai dengan kompetensinya sehingga bisa bekerja
dengan optimal.)
DAFTAR RUJUKAN
Naim, Ngainun, Rekonstruksi
Pendidikan Nasional: Membangun Paradigma yang Mencerahkan, Yogyakarta:
Teras, 2009.
Tjokrowinoto, Moeljanto, Pembangunan
Dilema dan Tantangan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Ash-Shidiqie, Jimmly (eds),
Sumber Daya Manusia untuk Indonesia Masa Depan Bandung: Mizan, 1996.
Arcaro, Jarome S., Pendidikan
Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan,
terj.Yosai Triantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Suryadi, Ace, H.A.R. Tilaar, Analisis
Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
1993.
Mulyasa, E., Menjadi Kepala
Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2003.
Syafaruddin, Manajemen Mutu
Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi dan Aplikasi, Jakarta: PT
Grasindo, 2002.
Usman, Husaini, Manajemen Teori,
Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Suderajat, Hari, Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Bandung: Cipta Cekas Grafika, 2004.
Nata, Abudin, Manajemen
Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2003.
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran
Sistem Pendidikan Nasional dalam abad 21, Yogyakarta: Safira Insani Press
bekerja sama dengan MSI UII, 2003.
Mukhyi, Moh. Abdul, Hadir Hudiyanto,
Pengantar Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Gunadarma, 1995.
Faustino, Cardoso Gomes, Manajemen
Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2003.
Rivai, Veithzal, Manajemen Sumber
Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005.
Flippo, Edwin. B., Manajemen
Personalia,terj. Moh Masud Jakarta: Erlangga, 1984.
Douglas, Hall T, & James Goodale
G, Human Resources Management, Strategy, Design and Impelementation,
Glenview: Scott Foresman and Company, 1986.
Rohani, M. Ahmad, PGRI dan
Pembinaan Profesi Guru, Semarang: Tp 1989.
Fadjar, Malik, Holistika
Pemikiran Pendidikan, ed. Ahmad Barizi, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada,
2005.
Mulyasa, E., Manajmen Berbasis
Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002.
Bafadal, Ibrahim, Peningkatan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Bilgrami, Hamid Hasan, Syeh Ali
Ashraf, Konsep Universitas Islam, terj. Rachman Husein, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1989.
Madhi, Jamal, Menjadi Pemimpin
yang Efektif dan Berpengaruh Tinjauan Manajemen Kepemimpinan Islam, Terj.
Anang Syafrudin dan Ahmad Fauzan, Bandung: PT. Syamil Cipta Media, 2002.
Pidarta, Made, Manajemen
Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1988.
Panduan Manajemen Sekolah, TEP: Direktorat Pendidikan Menengah Depdikbud, 1998.
Qomar, Mujamil, Manajemen
Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam,
Jakarta: Erlangga, 2008.
Al-Qazwini, Muhammad bin Yazîd Abû
Abdillah, Sunan Ibn Majah, Jilid.II, Beirut: Dar al-Fikr, tt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar