pengertian,
syarat-syarat, macam-macam, kehujjahan maslahah mursalah
MASLAHAH
MURSALAH
Saat ini kita akan membahas tentang maslahah
mursalah, apa sebenarnya maslahah
mursalah itu ?? dan apa sajakah syarat-ayaratnya ?? dan sebagainya.
Baiklah, pada pembahasan yang pertama, kita akan membahas pengertian dari
maslahah mursalah itu sendiri.
A. Pengertian Maslahah Mursalah
1.
Segi bahasa
Dilihat dari segi bahasa maslahah mursalah
terdiri dari kata maslahah & mursalah, kata maslahah sama
seperti kata manfa’ah, baik artinya maupun wazannya (timbangannya),
yaitu kalimat mashdar yang sama artinya dengan kalimat ash-shalah,
seperti lafaz manfa’ah sama
artinya dengan an-naf’u.
2.
Segi istilah
Maslahah mursalah adalah menetapkan hukum suatu
masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada ijma’nya, dengan berdasar pada
kemaslahatan.
Al-khawarizmi mendefinisikan maslahah mursalah
sebagai berikkut :
“Memelihara tujuan hukum Islam dengan mencegah
kerusakan/bencana (mafsadat) atau hal-hal yang merugikan diri manusia
(al-khalq)”.
B. Starat-syarat Maslahah Mursalah
Golongan yang mengakui kehujjahan maslahah
mursalah dalam pembentukan hukum (Islam) telah mensyaratkan sejumlah syarat
tertentu yang harus dipenuhi, sehingga maslahah tidak bercampur dengan hawa
nafsu, tujuan, dan keinginan yang merusakkan manusia dan agama. Sehingga
seseorang tidak menjadikan keinginannya sebagai ilhamnya dan menjadikan
syahwatnya sebagai syari`atnya.
Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :
Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :
1.
Maslahah Mursalah tidak boleh bertentangan
dengan Maqosid Al Syari’ah, dalil-dalil kulli’,
semangat ajaran islam dan dalil-dalil juz’i yang qathi wurud dan
dalalahnya. Seandainya tidak ada dalil tertentu yang mengakuinya, maka maslahah
tersebut tidak sejalan dengan apa yang telah dituju oleh Islam. Bahkan tidak
dapat disebut maslahah.
2.
kemaslahatan tersebut harus
menyakinkan, dan tidak ada keraguan,
dalam arti harus ada pembahasan dan penilitian yang rasional serta
mendalam sehingga kita yakin menberkan manfaat atau menolak kemudharatan.
3.
Maslahah harus bersifat umum dan
menyeluruh, tidak khusus untuk orang tertentu dan tidak khusus untuk beberapa
orang dalam jumlah sedikit. Imam-Ghazali memberi contoh tentang maslahah yang
bersifat menyeluruh ini dengan suatu contoh: orang kafir telah membentengi diri
dengan sejumlah orang dari kaum muslimin. Apabila kaum muslimin dilarang
membunuh mereka demi memelihara kehidupan orang Islam yang membentengi mereka,
maka orang kafir akan menang, dan mereka akan memusnahkan kaum muslimin
seluruhnya. Dan apabila kaum muslimin memerangi orang islam yang membentengi
orang kafir maka tertolaklah bahaya ini dari seluruh orang Islam yang
membentengi orang kafir tersebut. Demi memlihara kemaslahatan kaum muslimin
seluruhnya dengan cara melawan atau memusnahkan musuh-musuh mereka.
4.
Maslahah itu bukan maslahah yang
tidak benar, di mana nash yang sudah ada tidak membenarkannya, dan tidak
menganggap salah.
C. Macam-Macam Maslahah Mursalah
1. Maslahah dharuriyah (primer)
Maslahah dharuriyah adalah perkara-perkara yang menjadi
tempat berdirinya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah
kehidupan manusia, merajalelalah
kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara, yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara, yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
2. Maslahah hajjiyah (sekunder)
Maslahah hajjiyah ialah, semua bentuk perbuatan dan perilaku
yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada maslahah dharuriyah)
yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap juga terwujud, tetapi dapat menghindarkan
kesulitan dan menghilangkan kesempitan. Hajjiyah ini tidak rusak dan terancam,
tetapi dapat menimbulkan kepicikan dan kesempitan, dan hajjiyah ini berlaku
dalam lapangan ibadah, adat, muamalat, dan bidang jinayat.
3. Maslahah tahsiniyah (tersier)
Maslahah tasiniyah adalah mempergunakan semua yang layak dan
pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup oleh bagian
mahasinul akhlak.
Tahsiniyah juga masuk dalam lapanganan ibadah, adat, muamalah, dan bidang uqubat. Lapangan ibadah misalnya, kewajiban bersuci dari najis, menutup aurat, memakai pakaian yang baik-baik ketika akan mendirikan salat, mendekatkan diri kepada Allah melalui amalan-amalan sunah, seperti salat sunah, puasa sunah, bersedekah dan lain-lain.
Tahsiniyah juga masuk dalam lapanganan ibadah, adat, muamalah, dan bidang uqubat. Lapangan ibadah misalnya, kewajiban bersuci dari najis, menutup aurat, memakai pakaian yang baik-baik ketika akan mendirikan salat, mendekatkan diri kepada Allah melalui amalan-amalan sunah, seperti salat sunah, puasa sunah, bersedekah dan lain-lain.
D.
Kehujjahan Maslahah mursalah
Terdapat perbedaan pendapat diantara
ulama tentang maslahah mursalah :
1. Maslahah mursalah
tidak dapat menjadi hujjah/dalil menurut ulam-ulama syafi`iyyah, ulama
hanafiyyah, dan sebagian ulama malikiyah seperti ibnu Hajib dan ahli zahir.
2. Maslahah mursalah
dapat menjadi hujjah/dalil menurut sebagian ulama imam maliki dan sebagian ulam
syafi`i, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
ulama-ulama ushul. Jumhur Hanafiyyah dan syafi`iyyah mensyaratkan tentang
maslah ini, hendaknya dimasukkan dibawah qiyas, yaitu bila terdapat hukum ashl
yang dapat diqiyaskan kepadanya dan juga terdapat illat mudhabit (tepat),
sehiggga dalam hubungan hukumitu terdpat tempat untuk merealisir kemaslahatan.
Referensi
:
Ø
Rachmat
Syafe’i,ilmu ushul fiqh.Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar