TEORI BELAJAR KOGNITIVISME
TEORI
BELAJAR KOGNITIVISME
KONSEP BELAJAR KOGNITIVISME
Definisi Teori Belajar Kognitivisme
Model kognitif mulai berkembang pada
abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang
sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik
memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan,
dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif
ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing
memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan
(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel,
konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik
untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan
bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh
informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan
intelektual, yaitu:
1. enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek;
2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; dan
3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak
1. enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek;
2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; dan
3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak
Prinsip-Prinsip Konsep Belajar
Kognitivisme
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan dalam
proes belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review , pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik;
2. memilih materi-materi kunci, lalu menyajikannya dimulai dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;
3. mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi baru itu;
4. menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari,
5. memakai advance organizers;
6. mengajar peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada
Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitifisme dari beberapa contoh diatas banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah
1. Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu;
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana;
3. Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah diketahui sebelumnya;
4. Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses dan lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan dalam
proes belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review , pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik;
2. memilih materi-materi kunci, lalu menyajikannya dimulai dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;
3. mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi baru itu;
4. menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari,
5. memakai advance organizers;
6. mengajar peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada
Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitifisme dari beberapa contoh diatas banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah
1. Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu;
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana;
3. Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah diketahui sebelumnya;
4. Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses dan lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
Peranan Model Kognitivisme dalam
Pembelajaran
Belajar : Belajar kognitif
Karakteristik Teori :
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya.
Belajar : Belajar kognitif
Karakteristik Teori :
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya.
Belajar : Kognitif Bruner
Karakteristik Teori :
Model ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang akan dipeserta didiki
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik untuk bahan belajar
5. Mengatur topik peserta didik dari konsep yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Karakteristik Teori :
Model ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang akan dipeserta didiki
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik untuk bahan belajar
5. Mengatur topik peserta didik dari konsep yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Belajar : Bermakna Ausubel
Karakteristik Teori :
Dalam aplikasinya menuntut peserta didik belajar secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif peserta didik.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat, kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal, interviw, pertanyaan dll.
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik.
6. Membuat dan menggunakan “advanced organizer” paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi (keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan yang akan diberikan.
7. Mengajar peserta didik untuk memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Karakteristik Teori :
Dalam aplikasinya menuntut peserta didik belajar secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif peserta didik.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat, kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal, interviw, pertanyaan dll.
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik.
6. Membuat dan menggunakan “advanced organizer” paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi (keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan yang akan diberikan.
7. Mengajar peserta didik untuk memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Teori Perkembangan Model
Kognitivisme
Berpijak pada tiga teori belajar seperti dijelaskan di atas, maka dalam pengembangan model pembelajaran harus selaras dengan teori belajar yang dianut. Dengan kata lain, apabila kita menganut teori behaviorisme, maka model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah model pembelajaran yang tergolong pada kelompok perilaku. Untuk penganut teori kognitivisme, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran yang mengarah pada proses pengolahan informasi. Adapun untuk yang menganut teori belajar konstruktivisme, maka model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran yang bersifat interaktif dan model pembelajaran yang berpusat pada masalah. Hal ini didasarkan pada salah satu prinsip yang dianut oleh konstruktivisme, yaitu bahwa setiap siswa menstruktur pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar. Jadi pengetahuan itu tidak begitu saja diberikan oleh guru.
Berpijak pada tiga teori belajar seperti dijelaskan di atas, maka dalam pengembangan model pembelajaran harus selaras dengan teori belajar yang dianut. Dengan kata lain, apabila kita menganut teori behaviorisme, maka model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah model pembelajaran yang tergolong pada kelompok perilaku. Untuk penganut teori kognitivisme, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran yang mengarah pada proses pengolahan informasi. Adapun untuk yang menganut teori belajar konstruktivisme, maka model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran yang bersifat interaktif dan model pembelajaran yang berpusat pada masalah. Hal ini didasarkan pada salah satu prinsip yang dianut oleh konstruktivisme, yaitu bahwa setiap siswa menstruktur pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar. Jadi pengetahuan itu tidak begitu saja diberikan oleh guru.
Seiring dengan Kohler dan Koffka, Max Wertheimer
merupakan salah satu pendukung utama Teori
Gestalt yang menekankan tingkat tinggi proses kognitif di tengah-tengah
behaviorisme. Fokus teori
Gestalt adalah ide tentang “pengelompokan”, yaitu, karakteristik
stimulus menyebabkan kita struktur atau menafsirkan bidang visual atau masalah
dengan cara tertentu (Wertheimer, 1922).
Faktor utama yang menentukan pengelompokan atau prinsip
organisasi adalah: (1) kedekatan – elemen cenderung dikelompokkan bersama
menurut kedekatan mereka, (2) kesamaan – item serupa dalam beberapa hal
cenderung dikelompokkan bersama, (3) penutupan – item dikelompokkan
bersama-sama jika mereka cenderung untuk menyelesaikan beberapa entitas, dan
(4) kesederhanaan – butir akan diatur dalam angka sederhana berdasarkan
simetri, keteraturan, dan halus. Faktor-faktor ini disebut hukum organisasi dan dijelaskan dalam konteks persepsi dan
pemecahan masalah.
Teori Belajar Gestalt
Wertheimer terutama berkaitan dengan
masalah-masalah. Werthiemer (1959) memberikan interpretasi Gestalt
memecahkan masalah episode ilmuwan terkenal (misalnya, Galileo, Einstein) serta
anak-anak yang disajikan dengan masalah matematika.
Inti dari perilaku pemecahan masalah sukses
menurut Wertheimer adalah mampu melihat struktur keseluruhan masalah ini:
Sebuah tertentu di wilayah tersebut menjadi bidang penting, difokuskan, tetapi
itu tidak menjadi terisolasi. “Sebuah struktur yang lebih dalam baru melihat,
dari situasi berkembang, melibatkan perubahan dalam arti fungsional,
pengelompokan, dll dari item wilayah. Disutradarai oleh apa yang dibutuhkan
oleh suatu struktur situasi untuk krusial, salah satu adalah menyebabkan
prediksi yang wajar, yang seperti bagian lain dari struktur, panggilan untuk
verifikasi, langsung atau tidak langsung mendapatkan. dua arah yang terlibat
secara keseluruhan, gambar konsisten dan melihat apa struktur memerlukan
keseluruhan untuk bagian-bagian
Teori
Belajar Gestalt berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia,
meskipun berlaku paling langsung ke persepsi dan pemecahan
masalah. Pekerjaan Gibson sangat dipengaruhi oleh teori Gestalt.
Beberapa contoh dari teori
gestalt dapat dilihat dari aplikasinya dalam pembelajaran.
Akhmad Sudrajat menguraikan
beberapa Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara
lain :
- Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
- Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
- Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
- Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
- Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar